Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang
waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan
penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu.
Periode sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: Era Prakolonial,
munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang
terutama mengandalkan perdagangan; Era Kolonial, masuknya orang-orang Eropa
(terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan
oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad
ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945)
sampai jatuhnya Soekarno (1966); Era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto
(1966–1998); serta Orde Reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
Secara geologi, wilayah Indonesia modern (untuk
kemudahan, selanjutnya disebut Nusantara) merupakan pertemuan antara tiga
lempeng benua utama: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng
Pasifik (lihat artikel Geologi Indonesia). Kepulauan Indonesia seperti yang ada
saat ini terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es, sekitar
10.000 tahun yang lalu.
Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung
dengan Asia Daratan, masuklah pemukim pertama. Bukti pertama yang menunjukkan
penghuni awal adalah fosil-fosil Homo erectus manusia Jawa dari masa 2
juta hingga 500.000 tahun lalu. Penemuan sisa-sisa "manusia Flores" (Homo
floresiensis) di Liang Bua, Flores, membuka kemungkinan masih bertahannya H.
erectus hingga masa Zaman Es terakhir.
Homo sapiens pertama diperkirakan masuk ke
Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai Asia dari Asia
Barat, dan pada sekitar 60 000 sampai 70 000 tahun yang lalu telah mencapai
Pulau Papua dan Australia. Mereka, yang berfenotipe kulit gelap dan rambut ikal
rapat, menjadi nenek moyang penduduk asli Melanesia (termasuk Papua) sekarang
dan membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum). Gelombang pendatang berbahasa
Austronesia dengan kultur Neolitikum datang secara bergelombang sejak 3000 SM
dari Cina Selatan melalui Formosa dan Filipina membawa kultur beliung persegi (kebudayaan
Dongson). Proses migrasi ini merupakan bagian dari pendudukan Pasifik.
Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid ini cenderung ke arah barat,
mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk
setempat dan menjadi ciri fisik penduduk Maluku serta Nusa Tenggara. Pendatang
ini membawa serta teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok tanam padi di sawah
(bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu
dan besi, teknik tenun ikat, praktik-praktik megalitikum, serta pemujaan
roh-roh (animisme) serta benda-benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM
sudah terbentuk permukiman-permukiman serta kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat
mungkin sudah masuk pengaruh kepercayaan dari India akibat hubungan perniagaan.
Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara
menjadi pelabuhan maritim penting bagi Kerajaan Portugis, yang secara reguler
menjadi rute maritim untuk menuju Pulau Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan
Malaka.
Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi
dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani perjanjian dagang, terutama lada.
Perjanjian dagang tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal 21 Agustus 1522
dalam bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja
Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama dibangun sebuah
prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal di suatu tempat yang
saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta
Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis dibolehkan membangun gudang atau
benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque
mengirim Antonio Albreu dan Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari
jalan ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka
singgah di Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa,
armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga tiba di
Ternate.
Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan
Indonesia itu telah meninggalkan jejak-jejak sejarah yang sampai hari ini masih
dipertahankan oleh komunitas lokal di Nusantara, khususnya flores, Solor dan
Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang terletak di bagian Utara Jakarta, antara
Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah
Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing di
bawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda
dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja
setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi
izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan
Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung
lama, karena Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran
agama Kristen.
Salah seorang misionaris terkenal adalah Fransiskus
Xaverius. Tiba di Ambon 14 Februari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke
Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke
pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama. Persahabatan
Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan
Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari
Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis,
dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda
berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada
Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula
benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat
itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku.
Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan
berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa
tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala
Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC
selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir
pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku
menjadi korban kebrutalan VOC.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate
tahun 1511, kemudian tahun 1512 membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara.
Portugis kalah perang dengan Spanyol maka daerah Sulawesi Utara diserahkan
dalam kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian dipersatukan
dengan Kerajaan Spanyol. (Baca buku :Sejarah Kolonial Portugis di
Indonesia, oleh David DS Lumoindong). Abad 17 datang armada dagang VOC
(Belanda) yang kemudian berhasil mengusir Portugis dari Ternate, sehingga
kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor timur (sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di
Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa Portugis
di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornellis de Houtman pada tahun
1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
Pihak Belanda cukup kuat untuk mencegah
nasionalisme Indonesia dengan cara menangkap para pemimpinnya dan menekan
organisasi-organisasi nasionalis namun mereka tidak pernah bisa menghapuskan
sentimen nasionalisme. Orang-orang Indonesia, di sisi lain, tidak memiliki
kekuatan untuk bersaing dengan para pemimpin kolonialis dan karenanya
membutuhkan bantuan-bantan dari luar untuk menghancurkan sistem kolonial. Di
Maret 1942, orang-orang Jepang, dibakar semangatnya oleh keinginan akan minyak,
menyediakan bantuan tersebut dengan menguasai Hindia Belanda. Walaupun pada
awalnya disambut sebagai pembebas oleh penduduk Indonesia, mereka segera
mengalami kesengsaraan di bawah penjajahan Jepang: kekurangan makanan, pakaian
dan obat dan juga kerja paksa di bawah kondisi yang menyiksa. Kurangnya makanan
terjadi terutama disebabkan karena administrasi yang tidak kompeten, mengubah
Jawa menjadi sebuah pulau penuh kelaparan. Orang-orang Indonesia bekerja
sebagai buruh paksa (disebut romusha) ditempatkan untuk bekerja dalam
proyek-proyek yang membutuhkan banyak tenaga kerja di Jawa.
Ketika Jepang mengambil alih para pejabat Belanda
ditempatkan dalam kamp-kamp tawanan dan digantikan oleh orang-orang Indonesia
untuk mengerjakan tugas-tugas kepemerintahan. Orang-orang Jepang mendidik,
melatih dan mempersenjatai banyak kaum muda Indonesia dan memberikan suara
politik kepada para pemimpin nasionalis. Ini memampukan para pemimpin
nasionalis untuk mempersiapkan masa depan bangsa Indonesia yang merdeka. Pada
bulan-bulan terakhir sebelum penyerahan diri Jepang, yang secara efektif
mengakhiri Perang Dunia II, pihak Jepang memberikan dukungan penuh pada gerakan
nasionalis Indonesia. Hancurnya kekuasaan politik, ekonomi, dan sosial
Pemerintah Kolonial Belanda melahirkan sebuah era baru. Pada 17 Agustus 1945,
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dua hari setelah
penjatuhan bom atom di Nagasaki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar